CRITICAL FACES
Orbital Dago
Pameran CRITICAL FACES atau wajah – wajah kritikal , yang ditampilkan oleh kedua seniman : Isa Perkasa (lahir di Majalengka, 1964) dan Setiyoko Hadi (lahir di Solo, 1963) menyoroti dampak sebagian para elit politik terutama terkait dengan hiruk-pikuk kontestasi politik seperti pemilu dan bagaimana mereka menjalankan pemerintahan ini dan pengaruhnya pada kehidupan sosial – politik masyarakat Indonesia. Potret atau wajah-wajah yang digambarkan dalam karya-karya kedua perupa ini menggambarkan suatu kondisi dimana individu maupun kelompok-kelompok masyarakat menjadi arena permainan , menjadi obyek, bahkan korban dari suatu system politik tertentu. Wajah-wajah atau potret pada karya mereka merepresentasikan keambiguan, kemenduaan manusia-manusia sekitar kita saat ini , bahkan mungkin saja wajah-wajah itu adalah kita sendiri.
Isa Perkasa sudah sejak lama membuat simbol-simbol manusia dengan wajah -wajah yang kaku dan ambigu, berseragam, bertopeng, janggal, sarat metafor. Wajah lelaki yang gerowong diisi dengan benda-benda atau mahluk, dengan pakaian berjas, atau seragam aparat pemerintahan, dan lainnya. Karya-karyanya dalam seri “ Republik Negeri Folower “ dimulai ketika masa dimulainya Pilpres dan Pilkada sekitar tahun 2018, merupakan suatu respon terhadap dampak kepada keseharian. Seringkali kita saksikan para politikus mendekati berbagai golongan masyarakat untuk mendapatkan pengikut dengan menggunakan berbagai cara memikat calon pemilih, seperti pembagian uang (serangan fajar) paket sembako dan lainnya, bahkan tak ragu menggunakan isu-isu keagamaan, rasial kepada golongan-golongan tertentu yang berdampak pada polarisasi kehidupan sosial masyarakat terutama diranah sosial-media.
Pada karya drawing pensil “The folowers of emak-emak ” (2022) Isa menggambar seseorang lelaki berjas dan berpeci tengah bersikap salam, dengan muka celengan ayam ditengah para perempuan atau ibu-ibu berkerudung dengan wajah-wajah kosong, diselingi dengan kemunculan ikan-ikan Koi lambang kesejahteraan. Dalam kenyataan sosial , para ibu – ibu sering menjadi target untuk mendapatkan pemilih atau pengikut, begitupun isu-isu dalam kontestasi politik melalui grup-grup whatsapp. Sering juga parpol menghadirkan atau menjadikan para selebritis sebagai calon wakil rakyat atau pemimpin untuk mendapatkan suara “emak-emak” tersebut.
Isa mengungkapkan:
“ Konten menjadi sumber pendapatan, jalan hidup disemua kalangan, banyak yang berlomba mencari folowers, politikpun masuk ke wadah ini, negeri ini menjadi republik folowers, yang layak berkuasa adalah folowernya banyak (Pernyataan Isa Perkasa, 2022)
Tetapi secara ironis ketika mereka sudah mendapatkan jabatan itu , tak jarang dari mereka kemudian tersandung berbagai kasus korupsi. Isa menggambarkannya dengan memunculkan sosok-sosok berjas, berpeci sebagai simbol orang-orang penting dan formal, seperti pejabat pemerintah dan wakil rakyat. Diiringi dengan berbagai simbol seperti Ikan, tikus, kucing keberuntungan , celengan ayam hingga hamburger, sebagai makna kerakusan, keinstanan, kesejahteraan, kelicikan, dan lainnya yang berkaitan dengan tujuan-tujuan para elit politik itu. Pada karya-karyanya , Isa banyak menggambarkan persoalan itu dalam nuansa kelabu, dengan teknis menggambar dengan arang, pensil, media campur dengan krayon , soft pastel dan akrilik.
Tampaknya dominasi kekelaman melalui nuansa hitam-putih pada karya-karya Isa masih terus terasa, walaupun ada selingan dengan karya lukisan pemandangan sawah dan gunung berjudul “Panen besar untuk festival 2024”, yang lazim ditemui pada lukisan jelekong atau lukisan yang banyak menghiasi rumah-rumah masyarakat umumnya. Lukisan awalnya dipesan oleh seorang anggota DPRD tetapi kemudian batal diambil tanpa sebab. Ia kemudian mengubah lukisan itu dengan menambah elemen sosok-sosok berjas dengan tikus-tikus.
Subyek perbedaan pandangan dan keberpihakan politis atau keterbelahan , gap atau polarisasi dalam kehidupan sosial masyarakat mendapatkan perhatian khusus pada karya-karya Setiyoko Hadi, dimana pada masa Pilpres lalu kehidupan dilingkungan pertemanannya terbelah , terutama banyak terjadi diranah sosmed seperti grup – grup whatsapps maupun facebook. Mereka saling membela calon masing-masing dan saling mengomentari satu sama lain , bahkan saling menjatuhkan. Tak jarang dari perseteruan itu beberapa anggota membentuk grup-grup whatsapp baru yang anggotanya teman-teman yang sepihak. Subyek itu ia ungkapkan kedalam lukisan berjudul “ Penduduk SR” (2020), yakni dengan memindahkan foto-foto dari teman – teman semasa kuliah ke atas kanvas melalui media khusus, dengan menggabungkan masing-masing dua wajah kedalam satu kanvas.
Teknik lain yang digunakan adalah merajut dua drawing kertas bergambar para tokoh-tokoh Nasional kedalam satu frame sehingga terjadi efek optis atau silung seperti pada karya “Dwi Tunggal “ (2022) atau potret teman-temannya yang diberi judul “ Lukamu Lukaku “ (2022), yang ditambahi juntaian benang-benang dan jarum menggantung diujungnya. Garapan karya-karya Setiyoko menunjukan suatu penjelajahan lanjut pada drawing dan lukisan , seolah dua media utama ini belum cukup baginya untuk mengungkapkan gagasan-gagasan tentang masalah utamanya, yakni tentang perpecahan hubungan antar teman.
Pada karya-karyanya terdahulu, Setiyoko melukis banyak wajah seperti lukisan para tokoh dunia yang semua sudah wafat berjudul “ Sebentar ada lalu tiada” (2014). Lukisan diperlakukan dengan berbeda pada karya media campur yang terdiri susunan mozaik yang terdiri dari ratusan lukisan kanvas kecil yang kemudian memunculkan wajah Kristus bersilang dengan potret dirinya secara optis pada karya “Titik Temu” (2017 – 2022). Potret dirinya berbagai mimik wajah hitam putih muncul dalam instalasi drawing diatas kertas dan obyek koper pada “ Evolusi Emosi” (2021), dan instalasi lukisan potret diri yang dibumbui dengan ikatan pada kanvas dan juntaian benang-benang sehingga bernada spiritual , suatu pencarian jati diri ke dalam batin, seperti karya instalasi drawing berjudul “Faith Hope Love” (2022).
“ Ziarah ke dalam diri adalah upaya mengenali jati diri yg terus menerus sepanjang hidup ini, melalui pendakian atau turunan,berputar putar,berulang ulang sebagai sebuah proses. Berhenti atau gagal memahami diri berhenti dan gagal pula kita memahami sesama,alam semesta bahkan Tuhan, dan wajah adalah pintu masuknya.” (pernyataan Setiyoko Hadi, 2022)
Rifky ‘ Goro’ Effendy
Orbital Dago
Tentang seniman:
Setiyoko Hadi
Lahir di Solo , 1963
Pendidikan : 1985 Seni Lukis FSRD ITB
Pameran Tunggal:
2012, “Pulang”, Galeri Pelita, UPH, Tangerang
Sepilihan Pameran Bersama:
1993 Pameran Pamesrani, Galeri Nasional Jakarta
1994 Pameran Bienial Seni Rupa Jakarta IX, Taman Ismail Marzuki
2011 Pameran bersama PRESERVE HUMANKIND, di Jakarta Art District, LG East Mall Grand Indonesia
2013 Pameran bersama Integritas, Galeri Maranatha UKM, Bandung
2016 Pameran Zona#1 “Versi-Resepsi” di Thee Huis Gallery, Taman Budaya Jawa Barat
2018 Pameran “Standing with The Masters”, Jababeka Convention Centre (JCC) Cikarang
2019 Pameran Biennale Jawa Barat, Thee Huis Gallery Bandung
2020 Pameran “Etalase” di galeri Rumah Proses
2021 Pameran “Jauh di Mata Dekat di Garis” di Rumah Anak Bumi
2021 Pameran Tunggal “Nyanyian Ziarah” dalam rangka Pameran Tunggal 51 Perupa
di Musyawarah Art Space Cinere Depok
2022 Pameran Gambar “Gerak-Gerik” di Musyawarah Art Space Cinere Depok
ISA PERKASA
Lahir di Majalengka, 1964
1985– 1993 : Belajar di seni grafis FSRD-ITB
1997:
– Artist in residence “ Nagasawa Art Park” di Tsuna, Japan.
– Study wood-block print Japan dan kertas Japan
1999: Artist in residence di Pacific Bridge Galery, Oakland, CA, USA.
1996-2009 : Kurator Galeri Rumah Teh Taman Budaya Jawa Barat, Bandung
2019-kini :
– Kurator Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung
– Mendirikan Institut Drawing Bandung di Bandung
Penghargaan
1998 : Lima besar Phillip Morris Indonesia Art Award di Jakarta
1998 : Juror Choice lima besar Phillip Morris Asia Art Award di Hanoy, Vietnam .
Pameran Tunggal
1992 : “ Nude” Drawing di lorong FSRD ITB
1996 : “ Bercanda Dengan Cermin” Instalasi drawing di CCF Bandung
1999 : “ Kawin” Drawing kontemporer di Galeri Rumah Teh Bandung
2000 : “Teka Teki Silang Pendapat” Drawing di Koong Galeri Jakarta
2004 : “ Drawing Bandung di Common Room Bandung
2006 : “ Nada Hitam” Drawing di Galeri Adira Bandung
2009 : “Ingatan Yang Diseragamkan” di Selasar Sunaryo Artspace Bandung
2010 : “Seragam Yang Diingatkan” di Galeri Canna Jakarta
2011 : “UNIFORMED MEMORIES” Di artipoli art gallery Belanda
Pameran Bersama Terpilih
1993: Biennale Seni rupa kontemporer Jakarta IX di TIM Jakarta
1997 : Isa Perkasa dan Bunga Jeruk di Cemara Galeri Jakrta
1998 : Wood block print making di Sanko Galeri , Kobe, Jepang.
1999 : “Pancaroba Indonesia” Pacific Bridge Gallery Oakland, CA USA
2000 : Reformasi Indonesia Protest in Bleed 1995-2000 Museum Nusantara, Belanda.
2014 : “Everyday is Like Sunday”, Langgeng Gallery Magelang
2015 : Instalasi artepak annual jeprut di galeri Soemarja FSRD-ITB
2016 : Manifesto V, “Arus” galeri Nasional Jakarta
2017 : Banjir, IASR ITB di galeri YPK Bandung
2018 : XYZ ART _ UNLIMITID di galeri gedung gas Bandung
Sejak Tahun 1988 hingga kini banyak membuat karya dan membentuk kelompok. Performance Art, diantaranya kelompok Sumber Waras, Kelompok Perengkel Jahe dan Kelompok Nyeuneu Nyeni.
E-katalog:
Tinggalkan Balasan