BERSEMI: Pameran Tunggal Taufiq HT.

posted in: PAST EXHIBITION | 0

Tak perlu kita jelaskan lagi dalam masa seperti apakah kita hidup sekarang, yang selalu kita ingat term pembatasan sosial yang membuat kita harus melakukan kegiatan secara hati- hati, kegiatan kegiatan positif yang bersifat personal merupakan pilihan tepat yang bisa dilakukan agar kita tetap sibuk ketika berada dirumah. Contoh kegiatan yang cukup tren saat ini ialah bercocok tanam, Taufiq menangkap fenomena ini sebagai sesuatu yang tampak remeh namun memiliki impact yang cukup besar bagi masyarakat dalam menjalani pembatasan sosial. Banyak hal yang hilang ketika masyarakat terpaksa untuk tetap berada di rumah, salah satunya yang cukup penting adalah interaksi sosial, pada umumnya interaksi sangat dibutuhkan oleh manusia.

Taufiq memposisikan bercocok tanam sebagai pelarian atau pengganti interaksi sosial yang hilang, karena sebagian besar orang akan merasa bahagia ketika melakukannya,  secara sadar atau tidak mereka seperti berdialog dalam pikiran, berdialog dengan dirinya, berdialog dengan tanaman yang sedang dia rawat dan tentu bercocok tanam membutuhkan kasih sayang, intensitas dan komitmen. Hubungan emosi ini lah yang akan membuat manusia tetap sehat. Ketika bercocok tanam kita akan menemukan pengulangan namun tidak identik, kejutan kejutan reaksi dari percobaan dan kegagalan yang kemudian menjadikan penghobi tersebut berproses kembali untuk memahami makna kehidupan. Proses ini kita temukan dalam karya karya terbarunya, seperti kesan tumbuh, pengulangan namun tidak identik, eksplorasi bahan, still life, stilasi bentuk dan warna beragam. Kita bisa melihat dalam penyajian karya, frame yang digunakan tidak hanya berperan sebagai “pemanis” karya, melainkan menjadi satu kesatuan dari karya tersebut. Dalam salah satu karyanya yang berjudul “Vertical Thinking” terdapat 32 gambar dengan ukuran sama disusun dalam kotak kotak dua kolom 16 baris membuat kesan terisolasi dari satu sama lain, bila kita hubungkan ini menjadi gambaran bagaimana sosial yang seharusnya terus tumbuh terpaksa dibatasi oleh protokol kesehatan.

Dalam pameran tunggal pertamanya ini kita perhatikan bagaimana dia mengolah banyak sekali image dalam satu karya utuh. Ternyata hal ini tidak tanpa alasan, ada kecenderungan Taufiq untuk mengisi penuh ruang dalam “kanvas”nya dengan image-image. Mungkin ini terjadi karena dalam kehidupan sehari hari, untuk mendukung karirnya sebagai full time artist Taufik melakukan banyak aktivitas pendukung, seperti mengajar, bisnis olahan susu bahkan karyawan 8 jam kerja, hal hal ini cukup menyita waktu dan pikiran sehingga harinya sangat penuh, semua kegiatan padatnya itu tercermin dalam karya, baik secara sadar ataupun tidak.

Dia menjadi salah satu contoh bagaimana seniman merespon keadaan lingkungan khususnya dimasa pandemi saat ini, semua manusia dengan profesi yang beragam tidak memiliki pilihan lain untuk tetap hidup selain menjalankan apa yang sudah menjadi keahlianya, namun harus mencari celah agar tetap bisa berkarya, bahkan tidak sedikit yang harus berganti profesi, tantangan besar bagi semua orang untuk bisa melewati masa sulit ini. Kita seperti mengalami titik balik dalam kehidupan seperti benih yang kembali ditanam di atas unsur tanah baru, kenormalan baru, keadaan sosial baru, peta ekonomi baru adalah tanah untuk kita Bersemi yang baru.

(Mujahidin Nurrahman, penulis)

Taufiq ht kelahiran Mojokerto 25 januari 1990, latar pendidikan seni rupa di ISI yogyakarta angkatan 2009, seniman ini memiliki kecenderungan mengeksplorasi berbagai macam teknik dan media, karya yang divisualkan merupakan penggabungan dari benda-benda temuan, buatan, dan benda-benda remeh-temeh kemudian dikombinasi dengan citra-citra imajinasi yang muncul sebelum maupun selama proses pengerjaan karya, kemudian disusun hingga tercapai kesempurnaan visual yang diharapkan.

 

E-Catalogue:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *