Pameran Tunggal PATRA ADITIA : Mythology in Self

posted in: PAST EXHIBITION | 0

Pameran Tunggal PATRA ADITIA

Mythology in Self

20 September – 15 Oktober 2023

Pembukaan Rabu 20 September 2023

Mulai jam 16.00 hingga 20.00 WIB

Pameran akan dibuka oleh Otong Koil

Di Orbital Dago

Jl. Rancakendal Luhur No. 7 Bandung

Pameran tunggal Patra Aditia menghadirkan robot-robot jelmaan ikon-ikon  seni modern dan kontemporer seperti Robert Indiana, Piet Mondrian, Andy Warhol,  Takashi Murakami, Yayoi Kusama, Kaws,  hingga Radi Arwinda dan Machine 56. Kita mengenal robot biasanya jelmaan bentuk manusia , binatang, atau mobil seperti halnya dalam film transformer, tetapi mengapa Patra menciptakan bentuk robot berasal dari dunia seni ?

Dalam artian umum Robot adalah mesin—terutama yang dapat diprogram oleh komputer—yang mampu melakukan serangkaian tindakan kompleks secara otomatis. Robot dapat dipandu oleh perangkat kontrol eksternal, atau kontrolnya mungkin tertanam di dalamnya. Robot mungkin dibuat untuk menyerupai bentuk manusia, tetapi sebagian besar robot adalah mesin yang melakukan tugas, dirancang dengan penekanan pada fungsionalitas, bukan estetika ekspresif.  Konsep manusia buatan sudah ada sebelum sejarah tercatat , tetapi istilah modern tentang robot berasal dari kata Ceko; “robota” (yang berarti “kerja paksa” atau “budak”), yang digunakan dalam drama Karel Čapek, R.U.R. (Rossumovi Univerzální Roboti atau Rossum’s Universal Robots) tahun 1920. Robot-robot dalam drama tersebut adalah manusia yang dibuat, dieksploitasi tanpa belas kasihan oleh pemilik pabrik hingga mereka memberontak dan akhirnya menghancurkan umat manusia. Apakah mereka bersifat biologis, seperti monster dalam Frankenstein (1818) karya Mary Shelley, atau mekanis tidak ditentukan, tetapi alternatif mekanis menginspirasi generasi penemu untuk membuat humanoid listrik. (https://www.britannica.com/technology/robot-technology)

Tentunya robot-robot seniman buatan Patra menjadikan makna robot menjadi paradoks. Karena seniman sangat dikenal secara umum hidup dalam dunia ekspresi diri , dengan pemikiran dan cara kerja yang sangat organis. Patra Aditia lahir di Bandung tahun 1980, kemudian berkarya lewat media seperti komik, desain karakter, ilustrasi, dan toys. Karyanya banyak terinsiprasi dari animasi dan komik di tahun 80-90an, terutama genre Super Robot. Baginya , dunia robot berawal dari suatu makna kasih-sayang mendiang sang Ibu, ketika Patra kecil harus ditinggal sang Ibu untuk meneruskan sekolah di negeri Jepang, Patra sering diberi oleh-oleh robot mainan dari Jepang. Sedangkan mendiang sang ayah yang seorang seniman,  sering membelikannya buku komik untuk menemani hari-harinya.

Hal ini memberikan ruang imajinasi dirinya dan kenangan sangat mendalam kepada diri Patra, sehingga ketika masuk kuliah seni rupa seolah tak lepas dari dunia robot dan komik. Robot bagi dirinya menjadi representasi perlindungan alih-alih sebagai bentuk pengalihan hubungan orang tua terhadap anak dalam masa-masa pertumbuhan yang membutuhkan curahan perhatian , sebagai teman menemani kesendiriannya. Maka dalam diri Patra robot-robot serta komik-komik berkelindan serta berkembang menjadi realita yang lain bahkan menjadi mitologi dalam dirinya. Dunia robot menjadi suatu narasi utama dalam enerji kreatifnya bahkan sebagai konstruksi dalam memandang realitas. Setelah lulus pun ia terus mengakrabi komik-komik robot dari Jepang dengan melanjuti pengembangan dan pencarian karakter robot-robotnya. Beberapa kali Patra menerbitkan komik-komiknya, selain berkarya dalam bentuk drawing maupun cetak dijital.

Karakter robot-robot yang didasari ikon karya seniman menjadi pengembangan lanjut dari pencarian bentuk karakternya menarik untuk disimak lebih jauh. Karena ia berupaya untuk menemukan suatu karakter karya seniman yang telah menjadi ikon dunia kemudian diterapkan kepada sosok robot. Seperti yang dikemukakannya, bahwa suatu karakter yang kuat dan menonjol atau khas pada seseorang atau sesuatu tentu akan lebih mempermudah menangkap karakter robotnya, terutama bisa dilihat dari warna, pola atau pattern. Contohnya sosok Yayoi Kusama yang ikonik dengan polkadotnya merah-putihnya, Mondriaan dengan pola warna garis-garisnya, atau Warhol dengan kaleng Campbell Soupnya. Ikon-ikon para seniman tersebut memang muncul dari globalisasi dan hasil mesin kapitalisme seni rupa mutakhir sehingga imej mereka begitu dekat dengan masyarakat seni rupa dimana pun. Tetapi bagaimanapun Patra tidak hanya membuat robot para seniman ikonik dunia, ia juga membuat dua teman yang juga seniman dari Bandung , Radi Arwinda dan Machine56 menjadi salah satu robot yang tak luput menjadi imej yang akrab dan sebagai mitologi dalam dirinya.

Perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia yang dianggap bagian seni rupa dunia , bentuk seni rupa yang mengadopsi seni popular seperti komik maupun dunia mainan “toys” atau yang disebut seni “lowbrow”, memang telah muncul dalam beberapa dekade, tetapi rupanya belum banyak mendapat perhatian ‘arus utama’. Tetapi dalam prakteknya, kelompok ini yang mengkhususkan diri dalam dunia toys, karakter robot atau komik sudah mempunyai beberapa praktisi yang juga mendunia dan mulai mempunyai tempat tersendiri dalam medan sosialnya.

Patra aktif berpameran dan melakukan residensi dalam skala nasional maupun internasional, seperti : Air Taipei, Taiwan (2010), Barehands, Fukuoka (2016), Studio Tikus, Shah Alam (2017), Xiamen International Animation and Comic Festival, China (2017), Contemporary Drawing Expanded, Bandung (2019), Beyond Realistic Order, Jakarta (2019), Aliansi Jagat Raya, Bandung (2022). Tahun 2018, Patra mendapatkan 3rd prize pada ajang Gudang Garam Indonesia Art Award di Galeri Nasional. Beberapa komik karya Patra adalah Koil : Dragonian Warriors (2016) dan Koil : Fallen Gods (2017), seri komik kolaborasi dengan band metal asal Bandung, Koil. Saat ini Patra bekerja dan berkarya di Bandung.

E- Katalog

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.