FUN FOLLOWS FUNCTION FOLLOWS FUN: Pameran Lucas and Sons

posted in: PAST EXHIBITION | 0

 

Pameran FUN FOLLOWS FUNCTION FOLLOWS FUN adalah pameran tunggal Lucas and Sons terdiri dari rangkaian karya obyek-obyek gubahan skateboard dan papan selancar dan beberapa lukisan yang berangkat dan mencerminkan munculnya praktek artistik dari wilayah sub-culture di Bandung khususnya, di mana bermunculan komunitas yang didasari kegiatan kesenangan atau hobi tertentu misalnya modifikasi motor berbagai merek dan tipe, musik punk dan lain sebagainya. Kegiatan komunitas ini kemudian menjadi bentuk gaya hidup dan juga membentuk budaya khas, terutama menjadi bagian identitas budaya kota Bandung yang kosmoplit. Lebih jauh lagi, kemudian kegiatan mereka menciptakan suatu ekostistem yang baru terutama dalam lingkup industri kreatif, seperti kemunculan para “maker atau kreator” yang mempunyai gerai maupun pasar tersendiri.

Lucas and Sons merupakan merek/brand papan skate dan seluncur (surfing) yang dibuat oleh lulusan Desain Produk Itenas angkatan 1994, Lucky Widiantara (lahir di Bandung 1975). Sejak tahu 1980-an  ia sudah mengenal kegiatan-kegiatan di sub-kultur BMX dan skateboard terutama karena saat itu sudah muncul tokoh-tokoh skateboard awal Kota Bandung seperti Rudy Sagir dan Iwan Adjie bersama kelompoknya yang sering berskateboard di Taman Lalu Lintas Bandung. Bersama rekan lainnya sekitar tahun 1996, Lucky kemudian mendirikan merek  UNKL347 yang bergerak di bidang clothing yang menjadi pelopor produsen pakaian anak muda, yang tak lepas dari kegiatan Lucky bersama kawan-kawan berskateboard dan berselancar (surfing) di Pantai Selatan Jawa Barat.

Baru pada tahun 2009 ia membuat papan selancarnya sendiri dengan mendirikan merek Lucas and Sons, dan awalnya dijual di lingkungan temannya sendiri. Ia banyak mendapatkan cara bagaimana membuat papan selancar dari video dan kanal YouTube yang kemudian dipasarkannya melalui komunitas surfing yang berkembang di Bali hingga mancanegara terutama Amerika Serikat. Di dalam dunia produksi papan selancar, signifikansi papan Lucas and Sons terletak pada grafis-grafisnya yang kerap kali menunjukkan kekentalan hubungan antar dunia surfing dan skateboard. Ia menerapkan grafis atau lukisan yang mengapropiasi desain notable skateboards di atas papan selancar sehingga nampak seperti papan skate berukuran raksasa, bahkan karena hal inilah ia dapat bekerjasama dengan para skater kelas dunia. Karya-karya pada pameran ini mungkin mewakili kekaryaan Lucky dalam menggubah obyek papan skate maupun surfing.

Gubahan papan skateboardnya pun bermacam-macam, bermula dari eksplorasinya terhadap bentuk dasar skateboard hingga kemampuannya untuk mencetak papan-papan itu sendiri. Ada yang hanya menerapkan gambar/grafis-grafis  di atas papannya, berbentuk botol datar merek “Teh Botol”atau bentuk dengan gubahan tiga dimensional seperti papan yang melipat, melingkar dan lain sebagainya, menjadi bentuk kuas besar, menggabungkan dengan papan surfing, membenamkan papan skate ke dalam bongkah semen, memanfaatkan skateboard bekas menjadi badan gitar, atau membentuk patung robot seperti transformer. Lucky juga membuat lukisan di atas kanvas yang mengapropriasi lukisan klasik renaisans Michaelangelo ; “La Creazione di Adamo” dengan sosok ikonik  pada lukisan tersebut sedang bermain skateboard. Atau karya François Boucher ; “ Cupids. Allegory of Poetry”, yang menggambarkan bayi malaikat sedang menulis disebuah papan skate.

Dan tanggal 21 Juni adalah hari Skateboarding yang dirayakan sedunia.

Karya-karya papan skate maupun seluncur (surfboard) Lucas and Sons dalam pameran FUN FOLLOWS FUNCTION FOLLOWS FUN ikut menandai suatu perkembangan praktek dan wacana seni rupa di Bandung bahkan di Indonesia umumnya. Terutama di lingkar luar perkembangan arus- utama seni rupa kontemporer, yang terus berkecambah bentuk-bentuk seni rupa dari ranah “seni rupa bawah” – dalam istilah kritikus Sanento Yuliman, atau disebut lowbrow.

Kemunculan istilah lowbrow art bermula di Los Angeles, California di dekade 1970-an , sebagai sebuah gerakan bawah tanah  dan akar rumput seni rupa yang berasal dari sub-kultur seperti juga musik punk, komik bawah tanah dan lainnya. Sering disebut dengan pop-surealisme. Hampir semua karya-karyanya sering memiliki rasa humor yang ceria, kadang-kadang nakal, dengan komentar-komentar yang sinis. Lowbrow dianggap karya seni kelas rendah dan lawan dari highbrow,  di mana sebagian praktisinya tidak mengenyam pendidikan resmi seni rupa. Karya-karya lowbrow sebagian besar adalah berbentuk lukisan, grafiti, mural, tetapi ada juga mainan (toys), seni digital, dan patung.

Di Indonesia, lowbrow dan bentuk seni jalanan dari awalnya adalah sebuah bentuk artikulasi perlawanan terhadap kekuasaan atau hegemoni . Maka pelaku seni ini dengan sadar  aksi artistiknya haruslah mempertimbangkan aspek “komunikasi visual”: yang memprovokasi, menarik perhatian dan diterima pesan-pesannya oleh publik luas. Pencarian-pencarian bahasa visual yang bisa mendekati publik sangat intensif,  kemudian memberikan jalan bagi munculnya alternatif estetika sebuah karya seni. Pintu terhadap kesadaran tersebut terbuka secara pemikiran pada akhir 1970-an dimana Gerakan Desember Hitam dan Gerakan Seni Rupa Baru muncul dengan jargon-jargon yang memaksa dunia seni formal akademik untuk lebih sadar terhadap nilai kelokalan dan lingkungannya. Di sini juga muncul kesadaran bahwa praktek seni rupa sebagai bentuk ‘komunikasi’ bagi orang banyak.

Gejala bagaimana perubahan di dalam medan sosial seni rupa di Indonesia menyerap aspek seni jalanan dan lowbrow ini dimulai sejak 2004. Kurator Rain Rosidi mencatat bahwa ada beberapa galeri yang berperan memelihara dinamika hubungan spirit kreativitas seni yang memuja ketidak-mapanan, dengan pasar seni yang mengharapkan ketertiban laku seni dan administrasinya, yang kemudian beberapa galeri sadar membangun dialog itu dengan menampilkan jejak-jejak proses kreatif dan eksperimentasi seniman dalam ruang galeri, walaupun kadang di galeri kita hanya melihat dari secuil kerja artistik para seniman ini. Tapi dari sana munculah para perupa abad 21 yang meramaikan pasar seni mainstream Indonesia.

***

Referensi dan Catatan:

  • Website https://lucasandsons.com/
  • Obrolan dengan Lucky Widiantara,  Juni 2020
  • Kuratorial pameran FINDING ME:  (his)Story of Lowbrow, Street art , and Animamix In Indonesia. Galeri Semarang. 2011. Website: http://www.galerisemarang.com/exdetails.php?ex=100
  • Hari raya para skateboarder sedunia ini berawal pada 21 Juni 2004 silam. Diinisiasi oleh International Association of Skateboard Companies (IASC), GSD awalnya dibuat untuk mempromosikan skateboard agar lebih dikenal melalui berbagai acara yang diadakan di kota-kota besar di seluruh dunia, salah satunya adalah Indonesia. https://kumparan.com/millennial/go-skateboarding-day-lebarannya-anak-skate-sedunia/full
E-Catalogue:
Slides:  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.