MELACAK JEJAK MENUJU WAKTU : Ni Ketut Ayu Sri Wardani – Erland Sibuea
Pembukaan 23 Juni 2018, Jam 19.00 – Selesai
Pameran berlangsung sampai dengan 01 Juli 2018
Pameran ini menampilkan karya-karya yang dikerjakan oleh Ni Ketut Ayu Sri Wardani (Alumni Seni Rupa ITB Angkatan 1986) dan Erland Sibuea (Alumni Teknik Industri ITB, Angkatan 1986 – wafat 9 November 2016). Karya-karya Erland adalah gambar-gambar sketsa yang khusus menyoroti tema lanskap Danau Toba, dan dipilih dari sekitar 4000’an karya dengan tema-tema berbeda lainnya; sedangkan karya Ayu adalah lukisan-lukisan terbaru dengan tema lanskap yang dipersiapkan khusus untuk pameran ini. Karya-karya sketsa Erland tentu berbeda secara watak —karena teknik dan medium yang dipilihnya— dengan lukisan-lukisan Ayu yang cenderung padat dan ekpresif. Pameran “Melacak Jejak, Menuju Waktu” ini bisa dianggap sebagai cara untuk menunjukkan segi perbedaan namun juga pertemuan dari jejak-jejak pengalaman artistik yang dikembangkan Ayu dan Erland.
Jika sebelumnya, Erland lebih aktif belajar dan mengamati proses kreasi melukis Ayu yang ekspresif maka bagi pameran kini berlaku arah yang sebaliknya: Ayu seakan ‘belajar’ kembali mengerjakan lukisan-lukisannya dari catatan artistik yang dikerjakan Erland. Tentu masalahnya bukan urusan bagaimana Ayu mengambil gagasan artistik yang telah dibuat Erland—juga bukan soal Ayu ‘meniru’ karya Erland. Apa yang Ayu coba lakukan adalah usahanya melacak kembali jejak-jejak pengalamannya bersama Erland saat ia mengerjakan karya-karyanya (karena Ayu memang sering menemani Erland mengerjakan sketsa). Upaya melacak jejak pengalaman dan waktu semacam ini bukannya tanpa masalah dan tantangan. Untuk kembali ‘di sekitar’ Erland, Ayu mesti beradaptasi agar ia bisa berhasil secara emosional maupun segi pendirian estetik. Lukisan-lukisan yang dikerjakan Ayu pun tak lagi sama persis dengan kebiasaan dirinya melukis sebelumnya; seolah berdialog dengan catatan sketsa Erland, Ayu berbagi jejak tentang makna-makna ruang pada bidang kanvasnya dengan ‘kebiasaan’ Erland. Lukisan-lukisan Ayu kemudian jadi hasil interaksi kecenderungan melukis (dengan kekuatan sapuan kuas dan palet) dan kecenderungan gambar (yang menekankan kekuatan garis dan komposisi bentuk). Bagi kecenderungan melukis Ayu, ada yang tetap dan juga yang berubah dalam hasil pencapainnya. Namun itulah cara bagi dirinya agar mampu melacak waktu pengalaman dirinya bersama Erland.
Dalam proses penyiapan pameran “Melacak Jejak, Menuju Waktu” ini diputuskan tema yang dianggap penting dan mengikat kebersamaan Ayu dan Erland, yaitu: alam lingkungan danau Toba di Sumatera Utara. Tema lanskap Toba adalah salah satu ruang pertemuan personal dan kultural yang penting bagi keduanya. Ni Ketut Ayu Sri Wardani sebelumnya adalah orang luar yang kemudian melebur menjadi bagian dari tradisi kultural Batak—sebagaimana juga Erland Sibuea diterima dan menjadi bagian dari budaya Bali setelah mereka memutuskan menetap dan membesarkan kedua putri mereka di Denpasar, Bali. Tema lanskap alam di Toba memang dikerjakan Erland lebih intensif (karena berkaitan dengan identitas kultural dirinya) selain tema landskap yang dibuatnya di Bali dan Bandung di mana Erland tertarik untuk mengamati pengalaman budaya dan lingkungan. Bagi pameran ini tema lanskap alam memiliki makna penting karena mengajarkan cara pada kita untuk saling memahami dan berbagi. Sifat sejati alam adalah berlaku sama bagi tiap budaya dan manusia: fenomena alam tidak pernah membeda-bedakan. Pesona dan kebijaksanaan alam pula yang boleh jadi menguatkan ikatan antara Ayu dan Erland melalui dorongan keindahan dan kepekaan artistik yang saling melengkapi. Alam dengan caranya sendiri mengajarkan pada manusia bagaimana semestinya waktu bergulir dan berlalu. Jika orang modern selalu menganggap waktu jadi berharga karena bisa diukur dan ditundukkan, maka perkara itu sebenarnya adalah ilusi. Waktu jadi berharga karena bisa menjadi tanda bagi seseorang hingga ia mampu melajak jejak-jejak yang ditinggalkannya jadi bermakna. Alam memberi tanda ihwal perguliran waktu, dan terus-menerus mengajarkan pada manusia soal perubahan dan pergantian tanpa harus ragu karena merasa kurang atau merasa lebih. Seperti pernah dibilang Jalaluddin Rumi: “Seekor burung yang bertengger di gunung itu, dan kemudian terbang dan pergi. Adakah yang bertambah atau berkurang dari gunung itu?
Bandung, Juni 2018
Rizki A. Zaelani | kurator
Tinggalkan Balasan